Table of Content

UNY Menjawab Tantangan Baru Dunia Keguruan Melalui Kajian Pendidikan Lingkungan

 

Ekologi menentukan masa depan dunia. Hari ini, teknologi dan ilmu pengetahuan dikerahkan untuk menjawab tantangan ini. Kesehatan lingkungan menentukan hidup-mati manusia sebagai spesies di masa depan. Bahkan, para ilmuwan sudah memprediksi kepunahan manusia akibat pemanasan global. Tentu kita tidak mau ini terjadi bukan?

Guna mengantisipasi kerusakan bumi yang sudah berlangsung hari ini, diperlukan kerjasama umat manusia di dunia. Nah, untuk memungkinkan manusia bisa bekerjasama secara massal diperlukan pendidikan. Mengapa? Sebab pendidikan dapat menyatukan pikiran manusia sekaligus berbagi peran tanpa harus saling mengenal.

Tak hanya menjadi aksi mulia menyelamatkan bumi, isu ekologi juga menciptakan beragam peluang wirausaha yang masih jarang dilirik. Misalnya jasa pengolahan sampah maupun limbah. Khususnya food waste karena menjadi jenis sampah terbanyak dan berdampak besar pada pemanasan global.


*sumber: katadata

Indonesia telah masuk dalam status darurat sampah pangan. Menurut laporan Food Waste Index 2021 yang dikeluarkan United Nations Environment Programe (UNEP), total sampah makanan Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Jumlah ini menempatkan Indonesia berada di posisi keempat sebagai negara penghasil sampah pangan terbesar dunia setelah China, India, dan Nigeria.

Dampak sampah sisa makanan tidaklah sepele. Food waste menyumbang pemanasan global, mencemari tanah dan air, serta menciptakan krisis pangan dan energi.

Mengacu pada hukum alam, sisa makanan menjadi sampah berbahaya karena melanggar siklus rantai pangan. Sisa pangan seharusnya menjadi hak dan makanan para mikro-organisme, bakteri, tumbuhan justru tertimbun di tempat pembuangan sampah. Sisa makanan tak bisa diurai oleh mikro-organisme karena tercampur dan terbungkus plastic.

Saat mikro-organisme kelaparan, lalu punah maka hewan-hewan besar kehilangan makanan dan ikut punah. Begitu pula dengan tumbuhan. Pada akhirnya, manusia pun turut kehilangan keragaman makanan, kelaparan, akibat tidak mengelola food waste dengan bijak.

Mengelola food waste tak serumit mengolah limbah berbahaya. Itu bisa dilakukan secara sederhana. Bahkan bisa mendatangkan cuan. Contohnya adalah budidaya magot dan pemanfaatan biodigester yang dapat menghasilkan energi ramah lingkungan dan pupuk organik. Dengan ilmu dan teknologi, sampah menjadi berkah karena diolah menjadi produk bernilai tambah.

Selain produk bernilai tambah, potensi ekonomi lingkungan juga melahirkan beragam profesi seperti periset, pengajar lingkungan, hingga konsultan lingkungan. Istilah familiarnya adalah green jobs.

Tentu dibutuhkan peran Perguruan Tinggi dalam mendukung perkembangan green jobs maupun potensi wirausaha bidang lingkungan. Terutama di dunia pendidikan lingkungan, sebab Indonesia belum banyak memiliki guru maupun influencer lingkungan hidup. Padahal, pendidikan adalah langkah awal menyelamatkan bumi sekaligus meraih potensi ekonominya.

Kabar baiknya, urgensi kebutuhan pendidikan lingkungan ditangkap sangat baik oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Di usianya yang sudah melewati separuh abad (60 tahun), UNY telah memiliki program studi S2 Ilmu Lingkungan.

Prof. Slamet Suyanto, Wakil Direktur I Sekolah Pascasarjana UNY menjelaskan bahwa program studi magister lingkungan adalah program studi yang mengembangkan ilmu lingkungan sebagai dasar ilmu-ilmu terapan yang mengintegrasikan ilmu lingkungan dalam kajiannya.

Program unggulan yang dimiliki Sekolah Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNY adalah Kajian Pendidikan Lingkungan. Sejauh ini, belum ada Prodi Ilmu Lingkungan yang memfokuskan diri pada Kajian Pendidikan Lingkungan. Padahal, pendidika lingkungan menjadi bagian terpenting dalam pembangunan berkelanjutan (SDGs). Kunci tercapainya target kehidupan ramah lingkungan terletak pada pendidikan.

Program Magister Ilmu Lingkungan UNY dapat ditempuh dalam 4 semester, 3 semester untuk teori dan 1 semester untuk penulisan tesis. Total terdapat 39 SKS mata kuliah yang terbagi dalam teori dan praktik. Adapun mata kuliahnya meliputi Etika Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan, serta Hukum dan Kebijakan Lingkungan.

Lulusan Magister Ilmu Lingkungan UNY punya masa depan cerah. Mereka dapat berkarier sebagai peneliti, pendidik, pengambil kebijakan publik, hingga wirausahawan di sektor lingkungan hidup.

Krisis Guru Lingkungan, Tantangan Baru Dunia Pendidikan

Setahu saya, pengajar lingkungan hidup masih sedikit sekali. Biasanya, mereka ditemukan terbatas pada sekolah-sekolah alternatif yang fokus pada pelestarian alam. Sebab itu, sangat tepat bila UNY memfokuskan diri pada kajian pendidikan lingkungan.

Berdasarkan pengalaman saya aktif dalam Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Muhammadiyah Jawa Tengah, hal tersulit dalam mencapai target dakwah lingkungan kami terletak pada memantik kesadaran hingga tercipta aksi kolektif masyarakat dalam menyelamatkan bumi.

*dokumentasi salah satu aktifitas saya di Majelis Lingkungan Hidup (MLH)

Bila diukur pakai prosentase, porsi peran edukasi lingkungan mencapai 80%, sedangkan teknologi lingkungan hanya 20%. Membentuk habit ramah lingkungan jauh lebih sulit dibanding menciptakan teknologinya. Sebab itu, edukasi lingkungan harus dilakukan secara sistematis dan sejak dini. Guna mewujudkannya, diperlukan sekolah dan kajian pendidikan lingkungan.

Tidak salah bila urusan pendidikan menjadi unggulan UNY, sebab kampus ini lahir dari Institusi Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Bahkan peringatan kelahiran UNY pun mengacu pada tanggal resmi berdirinya IKIP Yogyakarta pada tanggal 21 Mei 1964. Jadi sudah jelas, DNA UNY adalah spesialis pendidikan.

Berdirinya IKIP Yogyakarta tak lepas dari keberadaan Fakultas Pedagogik Universitas Gajah Mada (FP-UGM) yang berdiri pada 19 September 1955. FP UGM dipecah menjadi tiga fakultas, yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD), dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Lalu pada tahun 1962, berdirilah Institusi Pendidikan Guru (IPG) melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 92 th 1962 guna memenuhi tuntutan permintaan tenaga pengajar yang amat tinggi. Kemudian pada 2 Januari 1963, FKIP, FIP UGM dan IPG disatukan menjadi IKIP Yogyakarta. Kampus pencetak guru Indonesia ini terus berkembang hingga menjadi universitas melalui perluasan mandate melalui Keputusan Presiden RI no 93 th 1999. Jadilah UNY.

Masyarakat sempat khawatir dengan berubahnya IKIP menjadi UNY akan mentelantarkan pendidikan guru yang masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pengajar di Indonesia. Namun, UNY membuktikan bahwa dirinya tetap mempertahankan kekhasannya sebagai kampus pencetak pendidik.

UNY justru terus berinovasi, mengembangkan ilmu pendidikan-keguruan dengan melakukan fertilisasi silang antara kependidikan dan ilmu dasar. Salah satu contohnya adalah Program Magister Ilmu Lingkungan.


*data krisis guru di Indonesia, sumber: kompas.id

Melalui magister ilmu lingkungan, UNY kembali tampil, berperan mengatasi tantangan baru dunia pendidikan. UNY kembali memenuhi panggilan sejarah, menjawab krisis guru lingkungan hidup yang cakap menyuarakan misi penyelamatan bumi pada generasi muda.

Dari UNY, Indonesia mampu menabur harapan menuju masa depan ramah lingkungan, serta langkah optimis memenuhi target pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Referensi: https://uny.ac.id/id/berita/uny-buka-program-studi-magister-ilmu-lingkungan 

Blogger.

Post a Comment